Tiga Hacker Surabaya Dibekuk Polisi & FBI, Jebol 600 Situs di 40 Negara

Suarajatim.com - Tiga pemuda asal Surabaya dibekuk aparat gabungan Polda Metro Jaya, Polrestabes Surabaya serta Federal Bureau of Investigation (FBI). Ketiganya, KPS, ATP dan NA masih berusia 21 tahun.

Mereka diciduk karena meretas situs sejumlah lembaga negara maupun perusahaan di luar maupun dalam negeri.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan penangkapan berawal saat Polri mendapat laporan dari penyidik FBI.

"Itu dari FBI, kita kan punya kerjasama antara FBI dari IC3 (Internet Crime Complaint Center) itu adalah pusat pengaduanJakarta terbesar di Amerika. Jadi di Amerika sana ada data, bahwa ada peretasan sistem elektronik yang dilakuakan oleh sekelompok orang di Indonesia," jelas Argo kepada wartawan.

Polri langsung menyelidiki laporan dari FBI. Benar saja, pelaku terendus berada di Surabaya, Jawa Timur.

Informasi yang didapat, pelaku merupakan anggota Surabaya Black Hat (SBH). Komunitas tersebut berisi orang-orang yang mengerti sistem Informasi Teknologi (IT).

Sebenarnya ada 6 orang yang diburu, namun yang berhasil dicokok 3 orang. Dari mereka sejumlah barang bukti disita, antara lain handphone, Laptop, dan modem. Mereka dijerat pasal berlapis.

"Pasal 30 Juncto 46 dan atau Pasal 29 Juncto 45B dan atau 32 Juncto Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Tndak Pidana Pencucian Uang," tandas Argo Yuwono.

Surabaya Black Hat mengawali sepak terjangnya di tahun 2017. Sepanjang tahun itu, mereka sudah mampu menjebol 3.000 sistem elektroni dari 600 website yang berada di lebih dari 40 negara.

Argo mengungkap diperkirakan ada sekitar 600 hingga 700 orang yang gabung dalam kelompok Surabaya Black Hat. Dan mereka semua orang-orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang IT kemudian mempunyai kesamaan visi dan misi.

Kini, penelusuran penyidik akan mengarah ke ratusan hacker tersebut. "Yang ketiga lain masih kita lakukan pencarian. Itu emang komunitas, tapi kan belum tentu pidana 600 hingga 700 itu. Perlu kita pilah peran mereka," ujarnya.

Surabaya Black Hat merupakan kumpulan mahasiswa jurusan IT di sejumlah kampus di Surabaya.
Dari aksinya, mereka mampu mengantongi Rp 200 juta. "Pengakuan tersangka, pendapatan yang mereka dapat selama tahun 2017 adalah berkisar Rp 50 sampai Rp 200 juta," ujar Kombes Argo.

Argo menjelaskan, apabila situs korban sudah diretas, para pelaku meminta uang secara bervariasi. Kebanyakan, kata Argo, uang tebusan itu dipatok berkisar dari Rp 15 juta hingga Rp 25 juta persatu website.

"Pembayaran uang tebusan itu dilakukan melalui akun paypal dan bitcoin. Mereka kirim email untuk minta tembusan. Minta uang ada Rp 20, Rp 25, Rp 15 juta itu dikirim via paypal. Kalau enggak mau bayar sistem dirusak," kata Argo.

Untuk menjebol sebuah situs, para hacker Surabaya Black Hat ini hanya butuh 5 menit untuk menjebol pertahanan sistem elektronik perusahaan maupun lembaga negara.

Usai menjebol, mereka akan mengirimkan via email ke korban yang berisi jika situsnya sudah diretas. Pelaku mengancam akan menghancurkan data-data yang tersimpan.

Jika korban ingin situs kembali normal, maka pelaku akan meminta sejumlah bayaran. Sistem Paypal dan bitcoin digunakan pelaku.//cw
LihatTutupKomentar