Protes Warga Apartemen Bale Hinggil Diacuhkan: Tak Dapat SHM, Air dan Listrik Dimatikan

SUARAJATIM — Puluhan penghuni Apartemen Bale Hinggil (ABH) di kawasan Jalan Merr, Surabaya Timur, menggelar aksi damai pada Jumat (2/05/2025) untuk menuntut kejelasan status kepemilikan unit dan penyelesaian persoalan pengelolaan yang dinilai tidak transparan. Aksi ini menguak kompleksitas masalah hukum dan sosial yang melibatkan pengembang PT TGA & TKS, serta respons lamban Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Aksi Damai Warga Apartemen Bale Hinggil Surabaya Menuntut Keadilan Pengelolaan dan Kepemilikan
Dalam aksi tersebut, warga membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan PP No. 13 Tahun 2021. Salah satu poin krusial yang ditekankan adalah kewajiban pengembang menyerahkan Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Rumah Susun (SRS) sebagai syarat kepemilikan sah. Selama dokumen tersebut belum diterbitkan, biaya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengembang.

“Sesuai regulasi, kami belum bisa disebut pemilik karena AJB dan SHM/SRS belum ada. IPL seharusnya dibebankan ke pengembang, bukan kami,” ujar Kristianto, perwakilan warga. Ia menambahkan, sejak serah terima unit pada 2019, masalah listrik dan air kerap menjadi polemik. “Pengelola pernah mematikan aliran listrik dan air meski kami sudah membayar tagihan,” katanya.

Warga juga mengklaim PT TKS, badan pengelola yang ditunjuk pengembang, masih beroperasi secara ilegal. Merujuk Pasal 8 Ayat 1B dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), masa pengelolaan oleh badan yang ditunjuk pengembang seharusnya berakhir pada 31 Desember 2024. Namun, hingga kini, PT TKS dinilai tidak memiliki legitimasi hukum untuk terus mengelola apartemen.

“Pengembang mengabaikan kesepakatan dalam audiensi dengan DPRD dan Wali Kota Surabaya. Mereka bahkan dianggap melecehkan marwah pemerintah kota,” tegas Kristianto. Selain itu, warga menuding terjadi dugaan penggelapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). “Kami sudah melaporkan ke Polda Jatim karena tagihan PBB tetap muncul meski sudah dibayar,” ungkapnya.

Josiah Michael, S.H., M.H., anggota Komisi C DPRD Surabaya dari Fraksi PSI, menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini. “Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas dugaan pelanggaran. Warga berhak atas keadilan, terutama terkait hak milik dan layanan dasar,” tegasnya.

Kritik tajam juga dilontarkan Achmad Hidayat, mantan Wakil Sekretaris DPC PDIP Surabaya, melalui video viral di akun Instagram @Achmad_hidayat_ah dan TikTok @achmadhidayat_ah. Dalam unggahannya, Hidayat mengungkap ketidakadilan sistemik yang dialami warga. “Jangan hanya berani terhadap rakyat kecil, tapi lunak pada pelanggaran besar yang melibatkan elit,” tulisnya. Ia menambahkan, persoalan ABH tidak bisa diselesaikan secara parsial. “Akses hukum warga terhambat karena tidak ada keputusan tegas dari Pemkot,” imbuhnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji (Cak Ji) hanya menjawab singkat via WhatsApp: “Saya tidak tahu soal itu.” Respons ini dinilai warga sebagai bentuk pengabaian terhadap persoalan yang telah berlarut-larut.

Aksi damai ini menjadi bentuk tekanan publik agar Pemkot Surabaya segera mengambil tindakan konkret. Warga meminta pemerintah meninjau ulang izin pengembang, memastikan penegakan regulasi, serta mengawal proses hukum terkait dugaan pelanggaran.

“Kami ingin Surabaya menjadi kota yang lebih baik, dipimpin oleh orang-orang yang adil dan berani memperbaiki kesalahan,” kata Kristianto. Harapan serupa disampaikan Josiah Michael, yang mendorong kolaborasi antarlembaga untuk mengurai benang kusut kasus ABH.

Sementara itu, pihak pengembang PT TGA & TKS belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan warga. Masyarakat pun menanti apakah langkah hukum dan tekanan politik akan membawa keadilan bagi penghuni ABH, atau justru semakin mengubur hak-hak mereka sebagai konsumen dan warga negara.

LihatTutupKomentar