Polisi Hapus Barang Bukti Video Kanjuruhan, LPSK: Berlebihan dan Tidak Profesional

  • Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyayangkan sikap aparat kepolisian yang menghapus barang bukti video tragedi Kanjuruhan milik Kelvin. Tindakan ini dinilai berlebihan, tidak profesional, dan tidak memedulikan HAM.

Suarajatim.com - Bermula dari ditangkapnya salah seorang saksi yang merupakan Aremania (suporter Arema FC) bernama Kelvin, untuk dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian karena diduga mengunggah video yang memperlihatkan kepanikan massa saat berada dalam Stadion Kanjuruhan.


Saksi yang bernama Kelvin tersebut dijemput tim polisi di tempat tinggalnya pada Senin (3/10). Ia diperiksa dari pukul 16.00 sampai 18.00 WIB di Polres Malang terkait unggahannya soal kepanikan yang terjadi pada tragedi Stadion Kanjuruhan. Meski setelahnya Kelvin diperbolehkan pulang, namun smartphone miliknya dipinjam petugas dengan alasan untuk mentransfer video.


Edwin Partogi Pasaribu selaku Wakil Ketua LPSK, menyayangkan tindakan polisi yang membawa paksa Kelvin secara tiba-tiba. Menurutnya, penyidik seharusnya mengajukan surat pemanggilan terlebih dahulu seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


Setelah beberapa hari gawainya tak kunjung dikembalikan, Kelvin mendatangi Polres Malang ditemani Edwin sebagai perwakilan LPSK pada Kamis (6/10), namun sia-sia karena penyidik tidak berada di tempat. Barulah keesokan harinya smartphone milik Kelvin dikembalikan, namun video-video terkait Kanjuruhan dihapus oleh petugas.


“HPnya dipinjam, videonya ditransmisi dan video yang di HP dihapus oleh pihak polisi. Ada 3 video. Ia juga sempat mendapat intimidasi, dan diminta menghapus akun tiktok @kelpinbotem yang ia gunakan," kata Edwin pada Jumat (7/10).


LPSK menilai, penghapusan video sebagai barang bukti tragedi Kanjuruhan tersebut adalah perbuatan yang berlebihan. Edwin berpendapat aparat kepolisian seharusnya lebih peka soal hak asasi manusia (HAM).


“LPSK menilai menghapus dan menonaktifkan Tik Tok Kelvin juga berlebihan dan tidak profesional. Lagipula jika hanya untuk transfer data, tidak perlu HP dipinjam lama-lama,” ujar Kepala Operasional Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) periode 2000-2010 tersebut.


Menurut Edwin, cara-cara seperti itu tidak dilakukan oleh penyidik atau anggota polisi dalam memeriksa saksi. Polisi harus memperhatikan hukum acara pidana serta nilai-nilai HAM. Sebab, pada dasarnya, perlakuan hukum pada semua orang sama.


Sebelumnya, beredar informasi bahwa Kelvin diculik polisi atau anggota intel di stasiun saat hendak menuju Jakarta untuk memenuhi undangan wawancara. Namun kabat tersebut ditampik oleh Edwin.


“Tidak benar, karena dia baru dihubungi sama Narasi hari Rabu tanggal 5. Sementara, ia diperiksa polisi Senin (3/10) 2022,” jelasnya.


LPSK sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut mengaku telah menerima 10 pengajuan perlindungan perihal tragedi Kanjuruhan.


“Sudah ada 10 yang mengajukan permohonan ke LPSK. Ada saksi dan ada korban. Kami akan memberi perlindungan pada mereka yang terintimidasi terkait dengan Tragedi Kanjuruhan," tutupnya. 

LihatTutupKomentar