iklan jual beli mobil

Ombudsman Ungkap Potensi Maladministrasi Dalam Layanan Pendaftaran dan Pecah Sertipikat Tanah, Netizen: Sudah Dari Dulu

  • Ombudsman ungkap hasil kajian cepat yang mendeteksi adanya potensi maladministrasi dalam proses pendaftaran dan pemecahan sertipikat tanah di BPN. Potensi tersebut meliputi penundaan berlanjut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang.

Jakarta, Suarajatim.com – Hasil Kajian Cepat (Rapid Assessment) dari Ombudsman RI mendeteksi adanya potensi maladministrasi dalam proses permohonan pendaftaran pelayanan pertanahan pertama kali dan permohonan pendaftaran pemecahan sertipikat tanah. Perilaku melanggar hukum yang dimaksud berupa penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, serta penyalahgunaan wewenang.


“Dari 37 berkas yang diperiksa, hanya 9 berkas yang selesai sesuai dengan jangka waktu di SOP. Sementara sisanya lewat dari tenggat waktu,” ungkap Dadan selaku Anggota Ombudsman RI, dalam sambutannya di kegiatan Penyerahan Hasil Kajian Cepat (Rapid Assessment) “Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali dan Pemecahan Sertipikat pada Kantor Pertanahan” pada Kamis (3/11/2022) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.


Tertulis di dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 1 Tahun 2010, jangka waktu penyelesaian untuk pendaftaran pertama kali adalah 98 hari, namun berdasarkan temuan di lapangan, rata-rata membutuhkan waktu hingga 143 hari untuk proses penyelesaiannya dalam kurun waktu 2020-2022. Sedangkan untuk layanan pemecahan, jangka waktu yang seharusnya hanya 15 hari, realisasinya mencapai 37 hari.


Dadan juga mengungkapkan bahwa peluang adanya pungutan liar sangatlah besar dengan dalih untuk mempercepat pelayanan. Oknum internal kantor pertanahan di berbagai daerah disinyalir ikut terlibat dengan besaran biaya yang bervariasi tergantung permintaan.


Selain aspek biaya, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) juga dinilai tidak sebanding dengan beban kerja yang harus diselesaikan pada tenggat waktu sesuai standar pelayanan. ”Hal ini kerap menjadi alasan untuk menunda penyelesaian pelayanan,” imbuh Dadan.


Melihat hal ini, Ombudsman RI memberikan tiga saran perbaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Pertama, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Perkaban Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.


Kedua, menggalakkan pengawasan serta penerapan reward and punishment dalam penyelenggaraan pelayanan pada Kantor Pertanahan. Ketiga, melakukan upaya perbaikan menyeluruh terhadap regulasi, operasional layanan dengan optimalisasi strategi penanganan serta antisipasi terhadap kendala internal dan eksternal yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan.


Kajian Cepat dari Ombudsman ini dilatarbelakangi oleh laporan masyarakat terkait keterlambatan dalam pelayanan pendaftaran tanah. “Pada tahun 2021, tercatat 1.612 Laporan terkait sektor Pertanahan. Terdapat 513 Laporan terkait pendaftaran pertama kali dan 139 Laporan terkait pemecahan sertipikat dalam kurun waktu 2017-2021,” ucapnya.


Kajian Ombudsman ini mengambil sampel di 11 Kantor Pertanahan yakni Kota Palembang, Kabupaten Ogan Ilir, Kota Pangkal Pinang, Kota Tangerang, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan, Kota Mando, dan Kabupaten Minahasa Utara.


Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN, Sunraizal dan Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana untuk menerima Hasil Kajian Ombudsman.


Sementara di laman Instagram @ombudsmanri137, netizen ramai-ramai mengungkapkan keluh kesahnya terkain pengurusan tanah di BPN.


"Tabiat buruk dari dulu. Balik nama, pecah sertifikat, dll biaya terlalu besar lewat orang dalam. Jika urus sendiri seakan dipersulit," ujar akun @fajrin***


"Saya sudah 3 tahun lebih, sertipikat nggak jadi-jadi," kata akun @khoir***


"Koar-koar saja untuk pencitraan, di lapangan tidak ada tindak lanjutnya," kata akun @as.***


"Sudah 6 tahun, sertifikat saya di Jakarta Timur belum selesai," imbuh @fatim***

LihatTutupKomentar