PLN Kolaborasi dengan Jepang Bangun Ekosistem EBT di Indonesia

  • PLN jalin kerja sama dengan pemerintah Jepang untuk menyusun kerangka kerja sehingga proses transisi energi dapat berjalan mulus dan realistis.

Tokyo, Suatajatim.com - Demi menyukseskan transisi energi di Indonesia, PT. PLN (Persero) berkolaborasi dengan Pemerintah Jepang dalam memecahkan persoalan investasi yang dibutuhkan untuk membangun ekosistem energi bersih dan mencapai target net zero emission (NZE) di tahun 2060. 


Seperti diketahui, energi baru terbarukan (EBT) tengah menjadi salah satu prioritas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Prahoro Nurtjahyo selaku Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (BPSDM ESDM) dalam 'Japan RE Invest Indonesia 2023' yang digelar di Tokyo (3/2/2023).


"Transisi energi merupakan salah satu pilar terpenting dalam rangkaian KTT G20 Indonesia tahun lalu. Hal ini akan tetap menjadi salah satu perhatian utama pemerintah kami untuk dibawa ke ASEAN Chairmanships tahun ini," ungkap Prahoro.


Menurut Prahoro, Indonesia punya potensi sumber daya EBT yang melimpah, beragam, dan tersebar luas. Sayangnya,  pemanfaatannya belum berjalan optimal. 


"Ada bermacam pilihan investasi pengembangan EBT. Contohnya panel surya, hidropower, hingga geotermal. Ini akan dilakukan bersamaan dengan integrasi pembangunan dan industri daerah, menarik investasi, serta menciptakan lapangan kerja baru," ungkap Prahoro.


Jepang melalui Deputy Commissioner for International Affairs, Ministry of Economy, Trade and Industry, Izuru Kobayashi, sepakat untuk mendukung Indonesia dalam menyusun kerangka kerja sehingga proses transisi energi berjalan mulus dan realistis. Mengingat pentingnya energi bersih dan efisien adalah pondasi penting dalam mendorong industri.


"Perdana Menteri Jepang Fumia Kishida dan Presiden RI Joko Widodo telah menyatakan akan mendorong NZE bersama. Kami ingin menyatukan kekuatan dengan negara-negara mitra, khususnya Indonesia, untuk menghasilkan proyek-proyek nyata dan peluang koordinasi kebijakan demi memajukan transisi energi kita," kata Kobayashi.


Kobayashi menilai bahwa Indonesia perlu melakukan peningkatan jaringan serta jalur transmisi agar lebih banyak EBT yang masuk dalam sistemnya. Meskipun, mengembangkan jaringan grid dan membangun jalur transmisi baru bukanlah perkara murah, melainkan butuh waktu serta biaya.


"Mungkin tidak mudah untuk mengembangkan jalur transmisi yang sangat mahal ini, sehingga membutuhkan pinjaman lunak. Ini adalah tantangan yang sangat besar yang perlu ditangani oleh Indonesia," jelas Kobayashi.


Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi menuturkan bahwa PLN telah merancang strategi untuk menyukseskan proses transisi energi. Untuk jangka pendek yakni 2021-2030, PLN menargetkan akan menambah pembangkit EBT hingga 20,9 GW yang didominasi oleh pembangkit hidro, geotermal, dan panel surya.

"Kami menggunakan beragam teknologi untuk meningkatkan produksi EBT di Indonesia. Dalam jangka pendek, kami sudah membangun berbagai pembangkit EBT bersamaan dengan program dedieselisasi dan pensiun dini pembangkit batu bara," ujar Haryadi.


Haryadi juga menambahkan bahwa PLN telah menjalin kolaborasi dengan perusahaan Jepang seperti IHI Corporation dan Mitsubishi untuk penerapan co-firing hidrogen di PLTU. 


PLN juga mengukuhkan komitmennya dalam memenuhi peningkatan kebutuhan listrik, khususnya dari sektor bisnis dan Industri. Saat ini, PLN menghadapi peningkatan permintaan EBT untuk industri padat energi seperti di Sulawesi dan Kalimantan.


"Seiring dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menghentikan ekspor sumber daya mineral seperti nikel dan bauksit, akan ada semakin banyak permintaan baru EBT untuk industri smelter. Seperti Sulawesi yang saat ini banyak sekali pabrik smelter baru dibangun, dan ini akan terus kami dukung pengembangannya," tutup Haryadi.

LihatTutupKomentar