SUARAJATIM - Surabaya bakal memanas. Rencana eksekusi rumah di Jalan Dr. Sutomo No. 55 oleh Pengadilan Negeri Surabaya memicu gelombang penolakan. Tiga organisasi sipil, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur, Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, dan Cobra 08, bersatu menentang langkah hukum itu. Mereka menilai eksekusi ini sarat ketidakadilan dan didalangi mafia tanah.
Rumah tersebut dihuni keluarga bu Tri sejak 1963. Bukti kepemilikan menunjukkan pembelian sah dari TNI AL. Selama puluhan tahun, pemilik membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) secara rutin. Ironisnya, eksekusi digantungkan pada dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang kedaluwarsa pada 1980. Pihak yang mengajukan eksekusi berstatus tersangka dan Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus pemalsuan surat tanah di lokasi sama.
"Ini bukan sekadar soal rumah, ini adalah simbol perlawanan rakyat terhadap mafia tanah dan mafia hukum. Bila negara tunduk pada kekuatan surat palsu, maka keadilan benar-benar sudah mati," tegas Akhmad Miftachul Ulum, Ketua DPD GRIB JAYA Jawa Timur dalam konferensi pers Senin (16/6/2025).
Koordinator MAKI Jatim mengungkapkan temuan indikasi pelanggaran hukum. "Ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang memaksakan eksekusi," ujarnya. Cobra 08, organisasi vokal penentang ketidakadilan, menyatakan kesiapan turun ke lokasi. Mereka menuntut proses hukum jujur dan adil.
Drg David, Pembina GRIB Jaya Jatim, membeberkan kejanggalan prosedur. "Eksekusi ini bertepatan dengan panggilan penyidikan. Penggugat mangkir tiga kali. Terakhir, dia beralasan sakit. Dia minta diperiksa tanggal 4 Juni, lalu mundur ke tanggal 10 Juni. Tanggal 10 pun tidak datang," paparnya.
David menduga adanya upaya pengalihan. "Sebelum panggilan kedua, tiba-tiba muncul surat eksekusi tanggal 17 Juni. Saya curiga penggugat sengaja menunda pemeriksaan agar bisa eksekusi lebih dulu," tegasnya.
Ia juga menuding kolusi aparat. "Notaris terkait tidak taat hukum. Dia menolak diperiksa. Majelis Kehormatan Notaris (MKN) diduga melindunginya. Biasanya, notaris kooperatif akan diberi kesempatan klarifikasi. Ini malah sebaliknya. MKN menghalangi pemanggilan," ungkap David.
David menekankan sejarah panjang kepemilikan. "Ibu Tri (pemilik) sudah menempati rumah ini sejak 1963. Dia membelinya dari TNI AL. Semua dokumen ada. Pajak dibayar rutin setiap tahun. Bahkan, dia pernah mengurus sertifikat dan sudah memiliki Bukti Perolehan Hak Bangunan (BPHB). Prosesnya tinggal selangkah lagi jadi sertifikat," jelasnya.
Namun, tiba-tiba muncul gugatan yang memicu sengketa berkepanjangan.
Ketiga organisasi mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial turun tangan. Mereka meminta kajian ulang proses hukum dan pemeriksaan pelanggaran etik. Ulum menegaskan sikap perlawanan. "Kami tidak akan diam ketika rakyat ditindas dengan cara licik. Jika aparat negara tidak membela kebenaran, kami yang berdiri di garis depan."
Rumah di Jalan Dr. Sutomo 55 kini jadi episentrum pertarungan hukum. Warisan 60 tahun keluarga itu tak hanya soal tanah. Ini menjadi ujian nyata integritas penegakan hukum Indonesia di tengah bayang-bayang mafia.
![]() |
Narasumber perwakilan pemilik rumah dan perwakilan 3 ormas saat press conference (16/6). |
Rumah tersebut dihuni keluarga bu Tri sejak 1963. Bukti kepemilikan menunjukkan pembelian sah dari TNI AL. Selama puluhan tahun, pemilik membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) secara rutin. Ironisnya, eksekusi digantungkan pada dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang kedaluwarsa pada 1980. Pihak yang mengajukan eksekusi berstatus tersangka dan Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus pemalsuan surat tanah di lokasi sama.
"Ini bukan sekadar soal rumah, ini adalah simbol perlawanan rakyat terhadap mafia tanah dan mafia hukum. Bila negara tunduk pada kekuatan surat palsu, maka keadilan benar-benar sudah mati," tegas Akhmad Miftachul Ulum, Ketua DPD GRIB JAYA Jawa Timur dalam konferensi pers Senin (16/6/2025).
Koordinator MAKI Jatim mengungkapkan temuan indikasi pelanggaran hukum. "Ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang memaksakan eksekusi," ujarnya. Cobra 08, organisasi vokal penentang ketidakadilan, menyatakan kesiapan turun ke lokasi. Mereka menuntut proses hukum jujur dan adil.
Drg David, Pembina GRIB Jaya Jatim, membeberkan kejanggalan prosedur. "Eksekusi ini bertepatan dengan panggilan penyidikan. Penggugat mangkir tiga kali. Terakhir, dia beralasan sakit. Dia minta diperiksa tanggal 4 Juni, lalu mundur ke tanggal 10 Juni. Tanggal 10 pun tidak datang," paparnya.
David menduga adanya upaya pengalihan. "Sebelum panggilan kedua, tiba-tiba muncul surat eksekusi tanggal 17 Juni. Saya curiga penggugat sengaja menunda pemeriksaan agar bisa eksekusi lebih dulu," tegasnya.
Ia juga menuding kolusi aparat. "Notaris terkait tidak taat hukum. Dia menolak diperiksa. Majelis Kehormatan Notaris (MKN) diduga melindunginya. Biasanya, notaris kooperatif akan diberi kesempatan klarifikasi. Ini malah sebaliknya. MKN menghalangi pemanggilan," ungkap David.
David menekankan sejarah panjang kepemilikan. "Ibu Tri (pemilik) sudah menempati rumah ini sejak 1963. Dia membelinya dari TNI AL. Semua dokumen ada. Pajak dibayar rutin setiap tahun. Bahkan, dia pernah mengurus sertifikat dan sudah memiliki Bukti Perolehan Hak Bangunan (BPHB). Prosesnya tinggal selangkah lagi jadi sertifikat," jelasnya.
Namun, tiba-tiba muncul gugatan yang memicu sengketa berkepanjangan.
Ketiga organisasi mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial turun tangan. Mereka meminta kajian ulang proses hukum dan pemeriksaan pelanggaran etik. Ulum menegaskan sikap perlawanan. "Kami tidak akan diam ketika rakyat ditindas dengan cara licik. Jika aparat negara tidak membela kebenaran, kami yang berdiri di garis depan."
Rumah di Jalan Dr. Sutomo 55 kini jadi episentrum pertarungan hukum. Warisan 60 tahun keluarga itu tak hanya soal tanah. Ini menjadi ujian nyata integritas penegakan hukum Indonesia di tengah bayang-bayang mafia.