Daftar Benang Kusut KBS, Pakar Satwa Berikan Solusi

SUARAJATIM - Kebun Binatang Surabaya (KBS) bukan sekadar ruang pamer satwa, melainkan sebuah institusi konservasi legendaris yang lekat dengan identitas Kota Pahlawan. Namun, di balik namanya yang besar, lembaga ini tengah berhadapan dengan sejumlah persoalan internal yang rumit dan menuntut penanganan segera. 
komodo-di-kebun-binatang-surabaya
Komodo (Varanus komodoensis), salah satu satwa ikonik di Kebun Binatang Surabaya. Pengelolaan populasinya yang berlebih menjadi salah satu tantangan u
Isu-isu klasik mulai dari pengelolaan satwa hingga masalah kepemimpinan menjadi benang kusut yang perlu diurai satu per satu.

Salah satu tantangan paling fundamental adalah kelebihan populasi (overpopulasi) pada beberapa jenis satwa. Kondisi ini secara langsung berdampak pada kesejahteraan hewan dan efektivitas pengelolaan.

Singky Soewadji, Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia, memaparkan data spesifik mengenai salah satu koleksi utama KBS. "Ada 138 Komodo di KBS," ujar Singky Soewadji, menunjuk pada angka yang jauh melampaui daya tampung ideal untuk satwa tersebut.

Persoalan tidak berhenti di situ. Selain komodo, spesies lain seperti jalak Bali dan bekantan juga mengalami kondisi serupa. Hal ini diperparah dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dinilai belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas pengelolaan lembaga konservasi modern.

Problem ini menjadi semakin berat ketika institusi sebesar KBS harus berjalan tanpa arah yang jelas akibat kekosongan jabatan pimpinan. Posisi direktur utama telah lowong selama enam bulan, membuat nasib ribuan satwa seolah terkatung-katung tanpa nakhoda.

Mencari Pemimpin, Bukan Sekadar Pengisi Jabatan
Langkah awal untuk membenahi KBS adalah menemukan figur pemimpin yang tepat. Proses ini tidak bisa sekadar formalitas, melainkan harus didasarkan pada kompetensi yang jelas. Wali Kota Surabaya didorong untuk mencari kandidat yang memenuhi kualifikasi sesuai peraturan, yakni memiliki pengalaman minimal tiga tahun dalam bidang konservasi.
Singky Soewadji, Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia
Panitia seleksi pun idealnya diisi oleh para pakar yang memahami dunia konservasi, seperti Dr. Suwido dari Universitas Airlangga atau Profesor Koman yang pernah berkecimpung langsung di KBS. Figur direktur yang terpilih nantinya harus mampu mempresentasikan sebuah cetak biru program kerja yang terukur, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Singky Soewadji pun memberikan pandangannya mengenai kriteria pemimpin yang dibutuhkan. "Direktur tidak selalu anak muda karena pengalaman yang kurang, tetapi manajer-manajer di bawahnya bisa diperkuat oleh orang-orang yang paham," jelasnya.

Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya perpaduan antara kebijaksanaan yang lahir dari pengalaman dengan energi serta inovasi dari kalangan profesional muda untuk membangun kembali fondasi manajemen KBS.

Mengubah Masalah Satwa Menjadi Peluang
Isu overpopulasi komodo, jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, sesungguhnya menyimpan potensi besar. Singky Soewadji menawarkan beberapa jalan keluar yang inovatif. Selain opsi pelepasliaran ke alam atau distribusi ke lembaga konservasi lain, komodo dapat dikelola sebagai aset bernilai ekonomi tinggi. Sebuah gagasan yang cukup berani adalah mengubah masalah ini menjadi sumber pendapatan.

"Sewa Komodo untuk 10 tahun bisa bernilai 165 miliar rupiah," ungkap Singky Soewadji.

Potensi finansial ini dapat menjadi sumber pendanaan mandiri bagi KBS untuk meningkatkan kualitas konservasi, kesejahteraan satwa, dan fasilitas. Gagasan lain adalah mengembangkan destinasi wisata baru dengan melepasliarkan sebagian populasi komodo di area Pantai Kenjeran, menciptakan sebuah "Taman Komodo" yang unik di Surabaya.

Inovasi semacam ini akan mengembalikan fungsi utama KBS sebagai pusat konservasi, bukan sekadar taman rekreasi yang bergantung pada wahana permainan.

Fakta ini menjadi pengingat bahwa setiap langkah pembenahan harus tetap berjalan di atas rel peraturan konservasi yang berlaku. Lebih jauh, diskusi ini juga mendorong perlunya peninjauan kembali terhadap regulasi lama seperti UU No. 5 Tahun 1990 yang mungkin sudah tidak sepenuhnya sesuai dengan dinamika dan tantangan konservasi saat ini.

Pembenahan KBS adalah sebuah pekerjaan besar yang memerlukan visi, kepemimpinan kuat, dan kemauan untuk beradaptasi.
LihatTutupKomentar