iklan jual beli mobil

Kisah 28 Tahun Perjalanan Sambal Bu Rudy yang Melegenda

  • Sambal Bu Rudy tersohor di Indonesia. Namun nampaknya masih banyak yang belum tahu sosok Lanny Siswandi yang berjuang di baliknya.

Suarajatim.com - Bicara tentang kuliner khas Surabaya, nama Sambal Bu Rudy pasti masuk dalam daftar favorit. Sambal bawangnya yang otentik seakan berjodoh dengan nasi panas, ciri khas selera orang Indonesia.


Adalah Lanny Siswandi, yang menjadi peramu sambal kemasan fenomenal tersebut. Wanita kelahiran Madiun 1953 itu mengambil kata Rudy dari nama sang suami.


Di sebuah wawancara pada chanel Youtube Hermanto Tanoko, Bu Rudy menceritakan awal mula perjalanan bisnisnya. Ternyata, Sambal Bu Rudy adalah sebuah perjalanan panjang penuh perjuangan.


Dihimpit keadaan, kala itu Bu Rudy harus ikut menafkahi kedua orang tua sekaligus dua orang adiknya, hingga merelakan pendidikannya terhenti di kelas 3 SD. Hidupnya kian berat saat sang ayah meninggal dunia.


Sebagai anak sulung, naluri Bu Rudy untuk mengambil alih tanggung jawab dan melindungi keluarga, begitu kuat. Tak kenal gengsi, beragam profesi ia jalani. Jadi asisten rumah tangga, buruh di pabrik sepatu, hingga karyawan toko barang pecah belah, ia lakoni. Saat di kampungnya ada hajatan, ia juga ikut bantu memasak. Di sanalah ia belajar meramu makanan secara otodidak.  


“Bukan orang tua yang ajari saya masak. Saya benar-benar otodidak. Kalau di Jawa kan ada namanya tradisi rewang, nah saat tetangga  punya hajat atau acara besar ya saya membantu, dari sana saya tahu caranya memasak,” kisahnya. 


Merasa hidup tak boleh jalan di tempat, Bu Rudy mengadu nasib, pindah ke Surabaya. Selama 10 tahun ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.


“Saya merantau ikut saudara saat berusia 17 tahun. Saya merasa kalau saya di Madiun terus enggak berkembang,” katanya. 


Di sanalah ia bertemu dengan sang suami, Rudy Siswandi. Setelah menikah, keduanya memutuskan membuka usaha bersama. Bisnis sepatu berjalan lancar, hingga bisa membuka beberapa lapak di Pasar Turi. Namun cobaan kembali datang, pasar itu kebakaran.


“Jadi habis kebakaran itu, Pasar Turi jadi sepi, saya kan ada beberapa toko. Nah, saya jadinya jualin sebagian. Banyak orang yang bilang tokonya jangan ditutup semua. Jadi, yasudah saya tetap buka dan saya coba jual nasi pecel di depan toko,” katanya.


Bu Rudy tak menyangka ternyata pecelnya laris manis. Itulah yang menjadi gerbang pembuka bisnis kulinernya.


Karena sang suami hobi memancing, Bu Rudy jadi terbiasa mengolah ikan dan udang dipadukan dengan sambal bawang. Saat rekan-rekan mencicipi sambal itu, mereka mengaku suka bahkan ketagihan. Itulah asal mula kelahiran Sambal Bu Rudy. Sesuatu yang tak pernah ia niatkan untuk dijual, justru membawanya pada bisnis kuliner baru.


"Saya kan ndak ngerti tentang keawetan sambal ini berapa bulan dan diulek. Pertama satu kilo, dua kilo, lama-lama jadi akeh (banyak). Cuma dalam berapa tahun tetep saya ndak bisa proses, kadang-kadang rusak sambelnya. Karena saya bukan orang pintar, yo wes tak jual (ya sudah saya jual) apa adanya," tuturnya.


Awalnya ia menjajakan sambal kemasan itu secara berkeliling dengan mobil pick-up. Lalu menyewa tempat di bilangan Dharmahusada, Surabaya yang kini jadi pusat gerai sambal Bu Rudy sejak tahun 2007. Sekarang Depot Bu Rudy telah memiliki enam cabang di Surabaya dan Gresik. 


Bisnis sambal ini telah diwariskan dan diteruskan pada ketiga anak laki-laki dan satu anak perempuannya. 


“Berhubung anak-anak sudah gede, sudah ngerti, zaman sekarang to Pak, ya anak-anak yang nekuni. Sekarang lumayan bisa awet telung wulan (tiga bulan)," jelas dia.

LihatTutupKomentar