SUARAJATIM - Film Indonesia kembali memasuki babak baru. Kali ini, sebuah karya layar lebar yang tidak biasa hadir untuk memberi pengalaman menonton yang lebih kompleks. Film Tukar Takdir, yang akan tayang 2 Oktober 2025 di bioskop Indonesia, menawarkan sesuatu yang jarang disentuh sineas tanah air: drama petaka pesawat yang berpadu dengan perjalanan emosional para penyintas dan keluarga korban.
![]() |
Nicholas Saputra, Ariyo Wahab, dan Revaldo saat Press Screening di XXI Tunjungan Plaza Surabaya (27/9). |
Kisah film berpusat pada jatuhnya pesawat fiktif Jakarta Airways 79 yang menewaskan 132 orang. Dari seluruh penumpang, hanya satu yang selamat: Rawa (diperankan Nicholas Saputra). Ia seorang programmer pajak yang sering bepergian dengan maskapai bertarif rendah. Keberadaannya sebagai satu-satunya penyintas membuatnya membawa beban berat, bukan hanya luka fisik, tetapi juga trauma mendalam.
Nasib mempertemukan Rawa dengan Dita (Marsha Timothy), seorang notaris yang kehilangan suaminya, Raldi, dalam kecelakaan itu. Konflik lahir dari kenyataan bahwa Rawa dan Raldi sempat bertukar kursi sebelum keberangkatan. Pertukaran sepele itu justru menjadi penentu hidup dan mati.
Di sisi lain, Rawa juga menjalin hubungan emosional dengan Zahra (Adhisty Zara), putri sang pilot yang meninggal. Zahra berusaha menutupi kesedihannya dengan senyuman, meski di baliknya tersimpan kerinduan mendalam pada sosok ayah.
Tragedi yang menyatukan tiga tokoh ini bukan hanya sekadar kisah tentang kehilangan, tetapi juga perjalanan untuk memahami arti takdir.
Bagi Nicholas Saputra, film ini memberikan tantangan berbeda. Ia harus menampilkan karakter Rawa sebagai sosok yang bertahan hidup di tengah trauma. Untuk itu, Nicholas mendesain ulang fisiknya agar terlihat lebih berisi dan kuat.
“Film Tukar Takdir bagi saya juga menjadi sebuah cara untuk melihat kembali bagaimana pesawat, yang secara statistik sebagai moda transportasi paling aman juga bisa terus melakukan perbaikan di dalam sistemnya. Sehingga penumpang juga bisa merasa aman,” ujar Nicholas saat Press Screening di XXI Tunjungan Plaza Surabaya (27/9).
![]() |
Nicholas Saputra, Marsha Timothy, dan Adhisty Zara dalam film Tukar Takdir. |
“Memerankan seorang istri yang suaminya meninggal dalam petaka pesawat tentu saja meninggalkan duka mendalam. Namun, Dita memilih mengolah duka itu menjadi perjalanan yang mengantarnya bertemu dengan sesama keluarga korban,” ungkap Marsha.
Sementara itu, Adhisty Zara, sebagai Zahra, menggambarkan kompleksitas emosi seorang anak yang kehilangan figur ayah.
“Sebagai anak dari pilot pesawat yang mengalami petaka, Zahra memikul beban emosional ibunya. Namun, dia memilih menyembunyikan duka dan rindu di balik senyuman,” katanya.
Selain tiga bintang utama, Tukar Takdir juga diperkuat oleh nama-nama besar seperti Meriam Bellina, Marcella Zalianty, Teddy Syach, Roy Sungkono, Ariyo Wahab, Revaldo, Hannah Al Rashid, hingga Tora Sudiro. Kehadiran mereka memberi lapisan cerita yang semakin kaya.
Penampilan para aktor lintas generasi ini menghadirkan dinamika menarik. Ada ketegangan, ada kehangatan, bahkan sesekali terselip humor tipis yang membuat film tidak jatuh ke dalam kesuraman total.
Meski bertolak dari kisah fiksi, Tukar Takdir membawa refleksi tentang dunia nyata. Petaka pesawat yang menjadi latar cerita menggambarkan betapa rapuhnya hidup manusia di hadapan takdir. Namun, film ini tidak berhenti pada tragedi. Ia juga menghadirkan harapan, bagaimana manusia bisa menemukan kembali makna hidup meski didera kehilangan.
Bagi penonton, pengalaman menyaksikan Tukar Takdir bisa menjadi perjalanan emosional. Ada rasa tegang ketika pesawat mengalami guncangan, ada luka saat melihat keluarga berduka, tetapi juga ada kehangatan ketika karakter-karakter berusaha saling menguatkan.