Kolom Arcandra Tahar: Membaca Peluang Synthetic Fuel di Industri Maritim

bahn bakar sawit

Pada tahun 2030, perdagangan menggunakan kapal laut diproyeksikan akan naik sekitar 50% dibandingkan dengan tahun 2015. Pertumbuhan Liquid Natural Gas (LNG) dan chemical product menempati rangking tertinggi dari semua komoditi yang diperdagangkan secara internasional. Dengan data ini maka kebutuhan akan marine fuel juga akan meningkat secara signifikan.

Dilema muncul sewaktu IMO (International Marine Organization) memperketat aturan mengenai emisi gas buang yang harus dipatuhi oleh kapal-kapal yang beroperasi lintas negara. Disatu sisi kebutuhan marine fuel meningkat yang mengakibatkan lebih banyak gas rumah kaca mengotori atmosfer. Sementara disisi berbeda IMO berkomitmen untuk menguranginya.

Terdapat beberapa inisiatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas buang tersebut. Pertama, mendesain lambung kapal yang mempunyai drag (daya hambat) yang lebih kecil. Dengan kemajuan teknologi CFD (Computational Fluid Dynamic), hydrodynamic kapal-kapal sekarang jauh lebih baik dibandingkan dengan kapal Titanic. Drag yang kecil bisa menurunkan pemakaian fuel untuk jarak tempuh yang sama.

Kedua dengan menggunakan engine yang lebih kecil. Untuk jarak tempuh yang sama, fuel yang digunakan bisa lebih sedikit, tapi speednya akan lebih rendah. Engine yang kecil akan mengurangi emisi gas buang. Namun demikian dengan jarak tempuh yang lebih lama, biaya-biaya tambahan seperti overhead untuk crew akan naik.

Ketiga, dengan memanfaatkan panas buang dari engine untuk membangkitkan listrik misalnya. Kebutuhan listrik didapat bukan lagi dari engine utama tapi dari gas buang yang selama ini belum  termanfaatkan. Dengan cara ini engine bisa lebih efisien dalam pengoperasiannya. Untuk volume emisi gas buang yang sama tapi menghasilkan  energi yang lebih besar.

Tiga inisitif diatas berkaitan dengan perbaikan dari sisi efisiensi kapal itu sendiri. Bagaimana dengan fuelnya? Ada dua inisiatif yang sekarang menjadi candidate untuk mengganti marine fuel yang berasal dari energi fosil. Inisiatif pertama adalah menggunakan biofuel yang berasal dari kelapa sawit (FAME) atau dari Hydrotreated Vegetable Oil (HVO).

Kendala utama dari biofuel ini adalah ketersediannya karena FAME dan HVO juga digunakan untuk industri makanan seperti minyak goreng. Persaingan antara biofuel untuk energi bersih dan biofuel untuk industri makanan akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Memilih antara kedua opsi itu tentunya menjadi dilema tersendiri. Apalagi dampak dari persaingan itu sudah sangat terasa hari ini.

Inisiatif kedua adalah menggunakan synthetic fuel. Yang termasuk dalam kategori ini adalah hydrogen, methanol dan amoniak. Memproduksi synthetic diesel dari green hydrogen jauh lebih mahal daripada penggunaan methanol dan amoniak sebagai synthetic fuel.

Methanol dapat digunakan secara langsung pada engine kapal dengan sedikit modifikasi. Ini adalah salah satu keunggulan dari methanol. Dari sisi teknologi, methanol dapat dihasilkan dari berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan mengkonversi CO2 dan hydrogen menggunakan catalyst terbaru yang berbasis palladium dan copper. Sebuah capaian yang luar biasa dalam kemajuan teknologi dimana CO2 selama ini menjadi biang kerok dari perubahan iklim dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan methanol.

Untuk ammonia masih terjadi perdebatan di shipping industri karena menghasilkan gas buang (NOx) yang juga berbahaya untuk atmosfer bumi. Sama seperti methanol, ammonia juga bisa digunakan langsung untuk engine kapal yang ada sekarang dengan sedikit modifikasi. Ammonia lebih disarankan penggunaanya untuk menaikan energy density dari hydrogen (fuel cell) untuk kendaraan listrik.

Selain synthetic fuel, apakah ada opsi lain yang lebih terjangkau namun masih mampu untuk memenuhi target IMO mengurangi emisi gas rumah kaca di tahun 2050? Jawabannya ada, yaitu penggunaan engine dengan bahan bakar LNG. Inilah pilihan energi dalam masa transisi yang insyaa Allah mampu membuat bumi kita lebih bersih.

Sumber Gambar : marineoffshore.bureauveritas.com

#energihijau
#keadilanenergi
#arcandratahar
#energiekonomi
#energiterbarukan

Sumber artikel: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=547321646961330&id=100050504978933

LihatTutupKomentar