iklan jual beli mobil

Hilirisasi Sumber Daya Alam: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia

Hilirisasi sumber daya alam: Solusi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah mineral dan menciptakan lapangan kerja lokalProf. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng

Jakarta, Suarajatim.com - Presiden Indonesia, Joko Widodo, terus mendorong hilirisasi atau pengolahan sumber daya alam secara dalam negeri, terutama mineral. Hal ini juga telah disampaikan oleh seorang akademisi, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN.Eng, yang menyatakan bahwa pengolahan mineral di dalam negeri akan meningkatkan nilai tambah yang sangat signifikan.

"Pengolahan di smelter dari nikel kita, misalnya, meningkatkan nilai tambah yang lebih banyak daripada hanya mengekspor mineral mentah langsung ke luar negeri. Pengolahan mineral juga dapat menyerap tenaga kerja di dalam negeri dan meningkatkan penguasaan teknologi pengolahan mineral di Indonesia," kata Panut Mulyono, dikutip dari transkrip wawancara Perspektifbaru.com (9 Feb 2023).

Namun, tantangan yang ada dalam negeri adalah pengembangan produk-produk dalam negeri dari hulu sampai hilir. Prinsipnya, bukan hanya mengandalkan pasar global tetapi juga pasar domestik yang harus dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Selain tantangan dalam negeri, tantangan dari luar negeri juga tidak kalah besar.

Beberapa produk olahan nikel Indonesia memiliki persoalan dengan Uni-Eropa yang memprotes dan meminta agar mereka hanya mengimpor logam yang sudah tidak berbentuk mineral atau bahan mentah langsung.

Meskipun ada beberapa tantangan, Prof. Mulyono meyakini bahwa hilirisasi merupakan kebijakan yang penting dan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hilirisasi sumber daya alam harus dilakukan secara utuh, tidak terkecuali sumber daya alam hayati seperti produk pertanian, kelautan, dan kehutanan. Hal ini juga sudah tertulis dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) sejak 2015. Oleh karena itu, kebijakan Presiden Joko Widodo untuk melakukan hilirisasi disambut baik oleh Prof. Mulyono, dan ia berharap hal ini dapat mendorong perkembangan ekonomi Indonesia.

"Hilirisasi harusnya sudah dilakukan sejak lama, sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015. Terlambatnya dilakukan hilirisasi karena membutuhkan sarana yang mencukupi, seperti smelter untuk pengolahan mineral dalam negeri," lanjutnya.

Sebelumnya, Indonesia mengekspor mineral mentah langsung ke luar negeri, dan hal ini memberikan keuntungan besar bagi pengusaha. Namun, dengan hilirisasi, pengolahan di smelter meningkatkan nilai tambah mineral yang diolah dan menguntungkan Indonesia. Selain itu, hilirisasi juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri dan penguasaan teknologi pengolahan mineral.

Namun, tantangan dalam mengimplementasikan hilirisasi adalah pengembangan produk-produk akhir dari hulu sampai hilir untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pasar global. Indonesia juga harus memperhatikan aturan World Trade Organization (WTO) dalam melakukan ekspor, sehingga perlu banyak ahli di bidang perdagangan internasional dan hukum internasional.

Prof. Panut menyarankan bahwa diplomat dan ahli hukum internasional harus sangat ahli dalam menangani persoalan-persoalan yang muncul untuk mewujudkan cita-cita besar Indonesia menjadi negara maju, industri, dan berpenghasilan besar.(*)
LihatTutupKomentar