SUARAJATIM — Perkembangan teknologi digital mengubah lanskap pemberitaan, termasuk di bidang fotografi jurnalistik. Menanggapi dinamika ini, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya mengadakan diskusi Jagongan Bareng dengan topik “Foto Jurnalistik di Era Disrupsi dan Tips Menjual Foto di Internet”.
![]() |
Kegiatan Jagongan Bareng PFI Surabaya membahas masa depan foto jurnalistik dan peluang monetisasi, Jumat (26/9/2025). (Dok: PFI Surabaya) |
Totok J Sumarno melihat era disrupsi sebagai pintu bagi perluasan jangkauan karya. Karya fotografer profesional tidak lagi terbatas pada media tempatnya bekerja.
“Kini karya tidak hanya berhenti di media cetak atau daring tempat ia bekerja, tapi juga bisa tersebar ke banyak kanal digital. Ini peluang luar biasa yang sebelumnya sulit dibayangkan,” ujar Totok.
Meski memiliki peluang, ia mengakui adanya tantangan dari jurnalisme warga. Kredibilitas dan kualitas menjadi pembeda utama.
“Walaupun citizen journalism tumbuh pesat, karya jurnalis foto profesional tetap dibutuhkan karena media memerlukan kualitas dan kredibilitas,” tambahnya.
Dari sisi ekonomi kreatif, Rido’i membagikan pengalaman memanfaatkan platform micro stock. Ia mendorong fotografer untuk melihat karya foto sebagai aset yang dapat menghasilkan pendapatan berkelanjutan.
“Kalau hanya puas dengan like dan pujian di media sosial, apa nilai tambahnya? Kenapa tidak mencoba menjual karya di platform micro stock? Foto yang kita unggah bisa dibeli berkali-kali dan tetap menghasilkan nilai dolar,” jelas Rido’i.
Ia membuktikan dengan mengelola portofolio berisi 1.500 foto di platform tersebut. Menurutnya, peluang monetisasi ini masih terbuka lima tahun ke depan. Fotografer perlu beradaptasi dengan kehadiran teknologi kecerdasan buatan.
Diskusi Jagongan Bareng PFI Surabaya menjadi wadah pertukaran pengalaman bagi fotografer. Melalui kegiatan ini, PFI Surabaya berharap dapat membantu anggotanya menghadapi perubahan industri media.