SUARAJATIM— Rencana pemerintah membuka peluang pelaksanaan umrah mandiri menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku perjalanan ibadah. Di tengah perubahan kebijakan tersebut, Chatour Travel menilai kesiapan masyarakat menjadi hal paling penting sebelum memutuskan berangkat tanpa pendampingan biro resmi.
![]() |
| Chatour Travel menggelar edukasi bagi calon jamaah umrah mandiri agar memahami risiko dan tata cara perjalanan ibadah secara mandiri. |
Menurut Khusaini, tanpa bimbingan yang tepat, pelaksanaan umrah secara mandiri justru bisa menimbulkan risiko besar. Selain menghadapi perbedaan bahasa dan budaya, jamaah juga harus mampu mengatur akomodasi, transportasi, serta kebutuhan ibadah secara mandiri.
“Kalau berangkat tanpa pendampingan, lalu terjadi hal yang tidak diinginkan, tentu negara juga akan terbebani. Karena itu, kami menunggu kejelasan resmi dari pemerintah sebelum mengambil langkah,” jelasnya.
Chatour Travel selama ini dikenal sebagai salah satu biro perjalanan dengan layanan menyeluruh. Perusahaan tersebut memastikan jamaah mendapat fasilitas lengkap, mulai dari tempat tinggal layak, transportasi antar kota suci, hingga pendampingan ketika sakit atau tersesat.
“Kalau jamaah tiba-tiba sakit, pihak travel yang akan membantu. Kalau mau umrah mandiri, silakan, tapi harus siap secara mental dan logistik,” katanya menegaskan.
Selain menyoroti kebijakan pemerintah, Chatour Travel terus memperluas jaringannya di berbagai daerah. Hingga 2025, perusahaan ini memiliki lebih dari 400 agen resmi di seluruh Indonesia, dengan jumlah keberangkatan mencapai 14.000 hingga 16.000 jamaah per musim. Program pembayaran fleksibel “BUMN—Berangkat Umrah Metode Nyicil” juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
![]() |
| Jamaah mengikuti sesi edukasi umrah mandiri bersama Chatour Travel di Surabaya. |
“Ini langkah baru bagi kami dalam memperluas pelayanan ibadah umat, baik umrah maupun haji khusus, dengan menjaga kenyamanan dan keselamatan jamaah,” ujar Khusaini.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, menegaskan pentingnya koordinasi antarpenyelenggara. Ia mengingatkan agar kebijakan umrah mandiri tidak menimbulkan kesalahpahaman dan tetap berjalan sesuai koridor hukum.
“Program ini harus ditopang bersama agar berjalan akuntabel. Biro pusat dan agen daerah wajib membangun kepercayaan,” kata As’adul.
As’adul juga menilai potensi Jawa Timur dalam penyelenggaraan ibadah sangat besar, dengan jamaah umrah mencapai 250 ribu orang per tahun. Ia menyebut manajemen yang tertata dan transparan menjadi faktor utama keberhasilan biro perjalanan.
“Kalau manajemennya rapi dan transparan, biro travel akan bertahan. Tapi kalau acak-acakan, sebesar apa pun modalnya, pasti tumbang,” ujarnya.
Kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi yang membatasi jumlah perusahaan penyedia layanan haji juga menjadi perhatian. Mulai 2026, hanya dua syarikah—Reken Masyarik dan Betges—yang ditunjuk melayani jamaah Indonesia. Menurut As’adul, keputusan itu membawa sisi positif dalam pengawasan kualitas, meski mengurangi ruang kompetisi.
Dengan dinamika tersebut, para pelaku perjalanan seperti Chatour Travel memandang edukasi menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pelaksanaan umrah mandiri. Masyarakat diharapkan memahami risiko, tanggung jawab, dan kesiapan diri sebelum menunaikan ibadah secara independen.


