Ale-Ale Dorong Eksplorasi Diri Remaja Lewat Aktivitas Kreatif

SUARAJATIM — Di usia SMP, remaja kerap bingung memilih jalan. Hasil survei OECD/PISA 2022 menunjukkan sekitar 35% siswa 15 tahun belum pasti menentukan rencana karier. Di sisi lain, akses digital luas — survei Pew Research 2023 mencatat 95% remaja 13–17 tahun punya smartphone — membuka peluang sekaligus risiko kelelahan digital.

Keseruan Ekskul SMP 15 Malang di acaraAle-Ale Goes to School - Berani Berekspresi, Makin Juara
Program edukatif Ale-Ale Goes to School hadir untuk menawarkan pendekatan praktis. Bukan sekadar ceramah, kegiatan ini memberi ruang bereksperimen. Siswa diajak membuat kreasi minuman menggunakan varian Ale-Ale dan topping kekinian. Aktivitas sederhana itu dirancang untuk melatih keberanian mencoba serta menumbuhkan rasa ingin tahu.

Psikolog anak dan remaja menjelaskan relevansi pendekatan terapan. Jenis minat kerja seperti investigatif, artistik, realistik, sosial, enterprise, dan konvensional diperkenalkan agar pelajar bisa mengenali kecenderungan diri. Mengenali ketertarikan awal membantu memilih jalur pengembangan yang sesuai.

Keseimbangan digital menjadi titik penting sesi edukasi. Remaja diajak mengatur waktu layar, memilih konten bernilai edukasi, memeriksa sumber informasi, menjaga privasi, dan tidak membandingkan diri di media sosial. Tips praktis seperti teknik Pomodoro — 25 menit fokus lalu istirahat 5 menit — diperkenalkan untuk mencegah burnout sekolah.

Kepala sekolah yang menjadi mitra menilai program memberi manfaat langsung pada siswa.
“Ini adalah wujud kepedulian dari sebuah perusahaan untuk anak-anak remaja. Luar biasa Ale-Ale sudah memberi kesempatan pada anak-anak untuk berkegiatan, berekspresi, dan bagaimana seharusnya menjadi anak muda. Sehingga ini bermanfaat bagi anak-anak dalam meraih masa depan,” ujar Suwaiba, Kepala SMPN 15 Malang.

Siswa meracik minuman kreasi sendiri saat sesi prakarya Ale-Ale Goes to School di SMPN 15 Malang.
Product manager Ale-Ale menegaskan tujuan program bukan menilai, melainkan menemani proses pencarian jati diri.

“Kami percaya setiap anak memiliki potensi dan bakatnya masing-masing... Semua orang berproses, yang penting adalah punya kemauan untuk mengeksplorasi dan belajar. Karena dari situ, mereka bisa menemukan hal yang disukai dan mengembangkannya jadi kemampuan yang siap untuk masa depan,” kata Nancy Christina.

Praktik kreatif yang diterapkan — meracik minuman, menghias kelas dari kemasan, memilih topping — memberi pengalaman konkret. Anak-anak belajar merancang, bereksperimen, dan bekerja sama. Aktivitas itu juga mendorong kemampuan berpikir kritis sederhana: mencoba, menilai hasil, lalu memperbaiki.

Program ini bukan solusi tunggal, tetapi model intervensi sederhana yang dapat direplikasi. Intinya, pendidikan remaja perlu memberi kesempatan eksplorasi yang aman, alat praktis untuk mengelola digital life, dan pengenalan jenis minat kerja. Dengan begitu, proses menemukan arah hidup bisa dimulai lebih awal, dengan cara yang menyenangkan.

“Pelan-pelan kenali diri, terus eksplorasi, karena di sanalah perjalananmu dimulai. Ale-Ale selalu siap menyegarkan langkahmu!” — Nancy Christina.

LihatTutupKomentar