Jejak Nikah Terselubung di Balik Kedok Pendakwah Kraton Pasuruan

SUARAJATIM — Abuya—bukan nama sebenarnya—tak pernah membayangkan hidupnya akan terseret dalam jaringan praktik nikah terselubung yang ia sebut “sudah berjalan bertahun-tahun” di lingkaran seorang tokoh agama berpengaruh di kawasan Kraton, Pasuruan.

Foto ilustrasi: istimewa
“Rata-rata usia mereka di bawah 25 tahun. Yang paling muda 15, paling tua sekitar 20,” ujar Abuya dalam wawancara khusus dengan Forum Keadilan, menjelaskan bagaimana praktik itu dijalankan secara sembunyi-sembunyi.

Menurut Abuya, pola perekrutan dilakukan melalui iming-iming uang dan status sebagai “istri” sang ustadz. 

“Semua diiming-imingi uang. Mereka pikir dinikahi orang besar, tokoh kaya, yang punya kuasa,” katanya, menegaskan bahwa rayuan bertabur janji itulah yang membuat banyak perempuan muda terjerat.

Abuya menyebut legitimasi agama digunakan sebagai kedok untuk melunakkan penolakan keluarga korban maupun keberatan perempuan yang dijadikan target. 

“Dalil agama dipakai untuk membenarkan semua. Perempuan disuruh manut, seolah menolak itu dosa,” ujarnya. 

Ia mengaku bahkan istrinya ikut diserang secara psikis agar tunduk pada otoritas tokoh tersebut. “Istri saya dihina supaya percaya ustadz itu, bukan saya,” katanya.

Di rumahnya sendiri, Abuya merasa kehilangan kendali dan keamanan. “Kalau ustadz datang saya keluar, kalau dia pulang baru saya masuk. Rumah saya sendiri jadi tidak aman,” ujarnya.

Situasi itu membuatnya hidup seperti buronan di lingkungannya sendiri.
Menurut kesaksian Abuya, hubungan seksual yang terjadi setelah akad merupakan inti dari praktik tersebut. 

“Sudah diakad dulu, baru berhubungan seperti suami-istri. Dalilnya agama lagi. Padahal jelas itu cuma untuk memenuhi syahwat,” katanya. 

Ia menuturkan bahwa aktivitas semacam itu telah berlangsung lama sebelum ia menyadari keseluruhan jejaringnya. “Banyak orang mengira dia ulama besar. Tapi caranya seperti ini,” ucapnya.

Pernyataan paling mengejutkan datang ketika Abuya mengungkap aturan tidak tertulis bahwa perempuan yang dinikahi secara rahasia itu tidak boleh hamil. 

“Kalau sampai hamil, istrinya diminta tanggung jawab: disuruh menggugurkan. Itu aturan dia,” ujarnya. 

Oknum tokoh agama dalam ceramahnya seringkali menyampaikan hal.

”Seseorang pasti akan menghindari api baik kecil ataupun besar karena sama-sama panas dan berbahaya. begitu juga perbuatan maksiat baik kecil ataupun besar keduanya sama-sama berbahaya dan akan menjerumuskan kedalam api neraka," tuturnya.

Oknum tokoh agama ini diduga bekerja sama dengan seorang wanita berinisial R, yang tinggal di daerah Bangil Pasuruan.

Abuya menyebut beberapa perempuan mengalami tekanan psikologis karena ancaman dalil keagamaan yang terus digunakan untuk memaksa mereka patuh. “Perempuan kan lemah. Ditekan terus dengan dalil sampai takut melawan,” katanya.

Tekanan demi tekanan membuat Abuya dan istrinya kerap berpindah tempat tinggal. 

“Pindah ke Malang dikejar, pindah ke Lawang dikejar lagi. Istri terus ditekan, saya difitnah ke mana-mana,” ujarnya. 

Ia bahkan pernah mempertimbangkan meninggalkan Jawa Timur.

“Dia bilang, kalau saya melawan, nanti ada akibatnya. Itu yang membuat kami tertekan,” katanya.

Abuya menyebut terdapat beberapa lokasi yang kerap menjadi tempat berlangsungnya praktik tersebut. 

“Ada rumah tertentu tempat praktik itu dilaksanakan. Banyak yang datang ke situ,” katanya tanpa mengungkap alamat jelas demi keamanan.

Ia menegaskan bahwa tokoh yang ia maksud adalah seorang ustadz keturunan habaib dengan posisi berpengaruh di sebuah organisasi keagamaan di kawasan Kraton. “Dia sudah terkenal. Di luar tampak alim, tapi praktiknya seperti itu,” ujar Abuya.

Terpisah, KH Syaikhur Rijal, pengasuh Jam’iyah Waqi’ah Segoro Ati di Tajinan, Malang, mengaku telah lama mendengar kabar serupa dari santri dan masyarakat yang datang kepadanya. 

“Kalau dibiarkan terus, berapa puluh perempuan lagi yang jadi korban? Ini sudah berlangsung puluhan tahun,” ujarnya saat ditemui Forum Keadilan.

Menurut Syaikhur Rijal, sejumlah perempuan mengaku pernah dibawa ke sebuah tempat yang mereka sebut sebagai “markas para habaib”.

“Yang paling saya tidak suka itu ketika nama Islam dibawa-bawa untuk membenarkan nafsu,” katanya, mengecam berat penyalahgunaan dalil.
Ia menyebut salah satu kasus santri perempuan yang pernah dilaporkan kepadanya: gadis yang dinikahkan pada usia 14 tahun. “Itu jelas tidak boleh. Santri-santri lain pun sudah mengingatkan. Tapi tetap saja dilakukan,” ujarnya.

Bagi Syaikhur, masalah utamanya bukan sekadar dugaan nikah-cerai kilat, melainkan manipulasi syariat untuk kepentingan pribadi. 

“Dakwah itu syiar ketauhidan. Tidak boleh dipakai sebagai kedok transaksi syahwat. Itu tidak benar,” katanya.

Syaikhur menegaskan bahwa ajaran Islam memberi batas jelas soal pernikahan - maksimal empat istri secara sah, tercatat, dan tanpa permainan cerai-rujuk yang digunakan untuk mengelabui aturan.

“Pemerintah sudah mengatur. Harus ada surat nikah, izin istri pertama. Kita hidup di Indonesia. Kalau tidak mau ikut aturan negara, silakan cari negara lain,” ujarnya mengutip prinsip ketaatan dalam Surah An-Nisa ayat 59. (*)

LihatTutupKomentar