Hindari Penyelewengan, Masyarakat Butuh Perlindungan Data Pribadi

Hanafi Rais yang di periode lalu berada di Komisi I telah mendesak pemerintah agar segera menyerahkan draft RUU Perlindungan Data Pribadi
Suarajatim.com  - Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI periode 2019-2024 tengah mengemban misi khusus untuk memperjuangkan pembahasan Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi.

Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto menilai masuknya era digital membuat masyarakat rentan terhadap penyalahgunaan data pribadi, terutama yang menyangkut penggunaan aplikasi dari luar negeri.

Padahal regulasi untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan data ini belum lengkap.
“Fraksi PAN akan memperjuangkan RUU ini pada periode sekarang. Dengan adanya RUU ini, masyarakat akan memiliki payung hukum jika berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan data pribadi,” tandas Yandri.

Hanafi Rais yang di periode sebelumnya menjadi anggota Komisi I mengungkapkan jika di periode lalu sejak lama komisi I mendorong agar pemerintah mengajukan ke parlemen soal RUU data perlindungan pribadi.

"Belum sekomplit negara tetangga. Singapura sudah punya, Malaysia sudah punya, Vietnam sudah punya bahkan, Eropa juga sudah lebih maju lagi. Kita ini malah enggak punya," ujar Hanafi.
"Sudah ada UU ITE, sudah ada UU yang lain, tetapi belum cukup melihat canggihnya teknologi yang sekarang sehingga tentu perlu payung hukum yang lebih up to date," tandasnya.

Selain penerbitan RUU PDP, menurut Hanafi masyarakat juga harus didorong untuk semakin sadar bahwa identitas pribadi tidak boleh diakses oleh sembarang orang tanpa sepengetahuannya.
"Padahal data pribadi jika bocor, potensinya bisa merugikan sekali. Karena data pribadi yang misalnya ada di ponsel, bisa tersebar di mana-mana," ungkapnya.

Menurutnya, ada beberapa hal yang berkaitan terkait pencurian data pribadi bervariasi bentuknya. Mulai dari mendapatkan pesan pendek menawarkan barang, hingga yang lebih ekstrim berupa penagihan atas hutang yang dilakukan oleh orang lain, seperti fintech berupa pinjaman online ilegal. Apabila terjadi telat atau gagal bayar, beberapa perusahaan penyedia layanan akan menggunakan data pribadi tersebut untuk mengintimidasi agar mereka segera melakukan pembayaran.

Kemudian di media sosial, sembarang orang bisa mengakses data siapapun yang diunggah ke berbagai platform. Terbukanya ruang privasi itu dimanfaatkan oleh orang lain dengan mengeruk keuntungan dari data-data pribadi yang diumbar ke publik.

Hal itu, tentu memberikan kerugian bagi satu pihak karena ada orang yang telah menerobos ruang-ruang privat tanpa sepengetahuannya. Dengan begitu, masyarakat diminta untuk sadar bahwa identitas privasinya harus benar-benar dilindungi dan mendapat perlindungan.

"Harus disadarkan bahwa sosial media itu ranah publik bukan ranah privat, jadi apapun yang dipost (unggah) di media sosial dijaga betul rambu-rambunya jelas," kata Hanafi.
Selain itu, ia juga meminta aparat penegak hukum tidak melakukan proses hukum apapun kepada warga yang mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan data pribadi melalui media apapun. Sebab, ia mengatakan warga tersebut merupakan pengungkap fakta atau whistle blower yang secara hukum harus dilindungi.

"Hal ini penting untuk menjamin pelaksanaan hak atas kebebasan berekpresi, sekaligus berjalannya fungsi kontrol dalam penyelenggaraan pemerintah," ujarnya.

Lebih dari itu, Hanafi juga mendesak pemerintah untuk memperkuat keamanan sistem database kependudukan, termasuk dengan menerapkan klausul privacy by design dan privacy by default untuk meminimalkan akses dan potensi penyalahgunaan data.//c
LihatTutupKomentar